Sabtu, 19 Juni 2010

Virus Rubella

Rubella atau campak Jerman adalah penyakit yang disebabkan suatu virus RNA dari golongan Togavirus. Penyakit ini relatif tidak berbahaya dengan morbiditas dan mortalitas yang rendah pada manusia normal. Tetapi jika infeksi didapat saat kehamilan, dapat menyebabkan gangguan pada pembentukan organ dan dapat mengakibatkan kecacatan.

Sejarah Epidemi

Sebelum dilakukan imunisasi massal mulai tahun 1969, di Amerika terjadi epidemi rubella tiap 6 – 9 tahun dengan epidemi terakhir pada tahun 1964 dengan perkiraan sebanyak lebih dari 20.000 kasus sindroma rubella kongenital dan 11.000 kasus keguguran. Insidens tertinggi adalah pada umur 5 – 9 tahun sebanyak 38,5 % dari kasus pada tahun 1966-1968. Meskipun insiden rubella turun sampai 99 % antara 1966-1968, 32 % dari semua kasus terjadi pada umur 15-29 tahun. Tanpa imunisasi, 10 % - 20% populasi di Amerika dicurigai terinfeksi rubella.

Tujuan imunisasi adalah eradikasi infeksi rubella kongenital. Jumlah kasus sindroma rubella kongenital yang dilaporkan turun sampai 99 % sejak tahun 1969. Setelah penurunan yang tajam dari insiden sindroma rubella kongenital, insiden mendatar sekitar 0.05 per 100.000 kelahiran hidup selama10 tahun terakhir karena infeksi rubella tetap berlanjut pada wanita usia subur. Bila semua wanita ini telah divaksinasi (idealnya) insiden sindroma rubella kongenital pasti akan turun sampai nol.

Penyebaran

Penularan virus rubella adalah melalui udara dengan tempat masuk awal melalui nasofaring dan orofaring. Setelah masuk akan mengalami masa inkubasi antara 11 sampai 14 hari sampai timbulnya gejala. Hampir 60 % pasien akan timbul ruam.
Penyebaran virus rubella pada hasil konsepsi terutama secara hematogen. Infeksi kongenital biasanya terdiri dari 2 bagian : viremia maternal dan viremia fetal. Viremia maternal terjadi saat replikasi virus dalam sel trofoblas. Kemudian tergantung kemampuan virus untuk masuk dalam barier plasenta. Untuk dapat terjadi viremia fetal, replikasi virus harus terjadi dalam sel endotel janin. Viremia fetal dapat menyebabkan kelainan organ secara luas.

Bayi- bayi yang dilahirkan dengan rubella kongenital 90 % dapat menularkan virus yang infeksius melalui cairan tubuh selama berbulan-bulan. Dalam 6 bulan sebanyak 30 – 50 %, dan dalam 1 tahun sebanyak kurang dari 10 %. Dengan demikian bayi - bayi tersebut merupakan ancaman bagi bayi-bayi lain, disamping bagi orang dewasa yang rentan dan berhubungan dengan bayi tersebut.


Gejala klinis


Gambaran klinis infeksi rubella serupa dengan penyakit lain dan kadang-kadang tidak tampak gejala dan tanda infeksi. Pada orang dewasa mula-mula terdapat gejala prodromal berupa malaise, mialgia dan sakit kepala. Pada anak-anak sering tidak diketahui gejala prodromal ini, atau apabila ada sangat minimal. Onset dari gejala prodromal sering dilaporkan dengan munculnya limfadenopati postaurikuler, yang biasanya dilanjutkan dengan munculnya ruam setelah 6-7 hari. Bercak-bercak berupa exanthema yang khas yaitu makulo papular yang sentrifugal mulai dari dada atas, abdomen kemudian ekstremitas yang akan menghilang dalam 3 hari. Kadang-kadang timbul arthralgia yang tergantung dari virulensi virus.

Pada janin, infeksi rubella dapat menyebabkan abortus bila terjadi pada trimester I.. Mula-mula replikasi virus terjadi dalam jaringan janin, dan menetap dalam kehidupan janin, dan mempengaruhi pertumbuhan janin sehingga menimbulkan kecacatan atau kelainan yang lain.

Infeksi ibu pada trimester kedua juga dapat menyebabkan kelainan yang luas pada organ. Menetapnya virus dan dan interaksi antara virus dan sel di dalam uterus dapat menyebabkan kelainan yang luas pada periode neonatal, seperti anemia hemolitika dengan hematopoiesis ekstra meduler, hepatitis, nefritis interstitial, ensefalitis, pankreatitis interstitial dan osteomielitis.


Gejala rubella kongenital dapat dibagi dalam 3 kategori :

1. Sindroma rubella kongenital yang meliputi 4 defek utama yaitu :

a. Gangguan pendengaran tipe neurosensorik. Timbul bila infeksi terjadi sebelum umur kehamilan 8 minggu. Gejala ini dapat merupakan satu-satunya gejala yang timbul.

b. Gangguan jantung meliputi PDA, VSD dan stenosis katup pulmonal.

c. Gangguan mata : katarak dan glaukoma. Kelainan ini jarang berdiri sendiri.

d. Retardasi mental

dan beberapa kelainan lain antara lain:

e. Purpura trombositopeni ( Blueberry muffin rash )

f. Hepatosplenomegali, meningoensefalitis, pneumonitis, dan lain-lain

2. Extended – sindroma rubella kongenital.. Meliputi cerebral palsy, retardasi mental, keterlambatan pertumbuhan dan berbicara, kejang, ikterus dan gangguan imunologi ( hipogamaglobulin ).

3. Delayed - sindroma rubella kongenital. Meliputi panensefalitis, dan Diabetes Mellitus tipe-1, gangguan pada mata dan pendengaran yang baru muncul bertahun-tahun kemudian.


Diagnosis


Diagnosis infeksi rubella sangat sulit karena gejalanya yang tidak khas. Timbulnya ruam selama 2-3 hari dan adanya adenopati postaurikuler dapat sebagai diagnosis awal kecurigaan infeksi rubella, tetapi untuk diagnosis pastinya diperlukan konfirmasi serologi atau virologi. Virus rubella dapat ditemukan pada struktur jaringan yang dapat diambil dari hapusan orofaring, tetapi tindakan ini sulit dilakukan.


Antibodi rubella biasanya lebih dahulu muncul saat timbul ruam. Diagnosis rubella ditegakkan bila titer meningkat 4 kali saat fase akut, dan biasanya imunitas menetap lama. Apabila pasien diperiksa beberapa hari setelah timbul ruam, diagnosis dapat ditegakkan dengan analisis antibodi IgM anti rubella dengan menggunakan sistem ELISA. IgM spesifik rubella dapat terlihat 1 – 2 minggu setelah infeksi primer dan menetap selama 1 - 3 bulan. Adanya antibodi IgM menunjukkan adanya infeksi primer, tetapi bila negatif belum tentu tidak terinfeksi.


Diagnosis prenatal dilakukan dengan memeriksa adanya IgM dari darah janin melalui CVS ( chorionoc villus sampling ) atau kordosentesis. Konfirmasi infeksi fetus pada trimester I dilakukan dengan menemukan adanya antigen spesifik rubella dan RNA pada CVS. Metode ini adalah yang terbaik untuk isolasi virus pada hasil konsepsi.


Berdasarkan gejala klinik dan temuan serologi, sindroma rubella kongenital (CRS, Congenital Rubella Syndrome) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


1. CRS confirmed. Defek dan satu atau lebih tanda/ gejala berikut :

* Virus rubella yang dapat diisolasi.
* Adanya IgM spesifik rubella
* Menetapnya IgG spesifik rubella..


2. CRS compatible. Terdapat defek tetapi konfirmasi laboratorium tidak lengkap. Didapatkan 2 defek dari item a , atau masing-masing satu dari item a dan b.

a. Katarak dan/ atau glaukoma kongenital, penyakit jantung kongenital, tuli, retinopati.

1. Purpura, splenomegali, kuning, mikrosefali, retardasi mental, meningo ensefalitis, penyakit tulang radiolusen.


3. CRS possible. Defek klinis yang tidak memenuhi kriteria untuk CRS compatible.


4. CRI ( Congenital Rubella Infection ). Temuan serologi tanpa defek.


5. Stillbirths. Stillbirth yang disebabkan rubella maternal


6. Bukan CRS. Temuan hasil laboratorium tidak sesuai dengan CRS:


Tidak adanya antibodi rubella pada anak umur < 24 bulan dan pada ibu..

Kecepatan penurunan antibodi sesuai penurunan pasif dari antibodi didapat.


Pencegahan


Penanggulangan infeksi rubella adalah dengan pencegahan infeksi salah satunya dengan cara pemberian vaksinasi. Pemberian vaksinasi rubella secara subkutan dengan virus hidup rubella yang dilemahkan dapat memberikan kekebalan yang lama dan bahkan bisa seumur hidup.

Vaksin rubella dapat diberikan bagi orang dewasa terutama wanita yang tidak hamil. Vaksin rubella tidak boleh diberikan pada wanita yang hamil atau akan hamil dalam 3 bulan setelah pemberian vaksin. Hal ini karena vaksin berupa virus rubella hidup yang dilemahkan dapat berisiko menyebabkan kecacatan meskipun sangat jarang.

Tidak ada preparat kimiawi atau antibiotik yang dapat mencegah viremia pada orang-orang yang tidak kebal dan terpapar rubella. Bila didapatkan infeksi rubella dalam uterus, sebaiknya ibu diterangkan tentang risiko dari infeksi rubella kongenital. Dengan adanya kemungkinan terjadi defek yang berat dari infeksi pada trimester I, pasien dapat memilih untuk mengakhiri kehamilan, bila diagnosis dibuat secara tepat.



From : http://www.enformasi.com/2009/02/virus-rubella.html

Cyto Megalo Virus (CMV)

Cyto Megalo Virus atau lebih sering disebut dengan CMV adalah infeksi oportunistik yang berhubungan dengan penyakit HIV. Virus ini dibawa oleh sekitar 50% populasi dan 90% penderita dengan HIV. Sistem kekebalan yang sehat akan menyebabkan virus ini selalu dalam kendali kita. Ketika HIV memperlemah kekebalan kita, CMV dapat menyerang beberapa bagian tubuh.
Virus Cyto Megalo Virus (CMV) termasuk keluarga virus Herpes. Sekitar 50% sampai 80% orang dewasa memiliki antibodi anti CMV. Infeksi primer virus ini terjadi pada usia bayi, anak - anak, dan remaja yang sedang dalam kegiatan seksual aktif. Penderita infeksi primer tidak menunjukkan gejala yang khusus, tetapi virus terus hidup dengan status "laten" dalam tubuh penderita selama bertahun - tahun.
Virus CMV akan aktif apabila inang mengalami penurunan kondisi fisik, seperti wanita yang sedang hamil atau orang yang mengalami pencangkokan organ tubuh. Jika infeksi pada wanita hamil terjadi pada awal kehamilannya maka kelainan yang ditimbulkan semakin besar.
Hanya sekitar 5 hingga 10 bayi yang terinfeksi CMV selama masa kehamilan menunjukkan gejala kelainan sewaktu dilahirkan. Gejala klinis yang umum dijumpai adalah berat badan rendah, hepatomegali, splenomegali, kulit kuning, radang paru - paru, dan kerusakan sel pada jaringan syaraf pusat. Gejala non syaraf akan muncul pada beberapa minggu pertama, cacat pada jaringan syaraf yang akan berlanjut menjadi kemunduran mental, tuli, rabun, dan raikrosefali.
CMV lebih sering menyerang retinitas (fleksi pada kornea), yang dapat dengan cepat menyebabkan kebutaan. Bila tidak diobati CMV daapt menyebar ke seluruh tubuh dan menginfeksi ke beberapa organ lain sekaligus. Risiko infeksi CMV paling tinggi terjadi bila cell CD4 dibawah 100.
Gejala pertama CMV retinitas adalah problem penglihatan. Seperti bayangan hitam yang bergerak (scotoma) dan tampak seperti bintik - bintik hitam. Kasus lainnya misalnya pandangan sepertinya melihat kabut putih tebal. Contoh kasus seperti yang dialami oleh salah seorang pasien bernama ibu Sribudari dari Depok. Sebelum menjalani pengobatan spesialis TORCH, mata sebelah kirinya tidak bisa melihat lantaran ada bayangan seperti kabut putih tebal dam bintik - bintik hitam seperti tinta.
Kasus lainnya seperti yang dialami oleh bapak Agus Harjito, dosen Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta dan ibu Titut Wisma Rudatin guru SMK 6 Yogyakarta. Kedua orang ini juga terkena CMV yang menyebabkan penglihatannya kabur. Bahkan sudah menjalar sampai ke syaraf otaknya. Alhamdulilah setelah menjalani pengobatan spesialis TORCH dengan meminum ramuan herbal Aquatreat Therapy, akhirnya kedua orang tersebut kini penglihatannya normal kembali.
Kasus yang dialami oleh ibu Sribudari, bapak Agus Harjito dan ibu Titut Wisma Rudatin oleh kalangan medis sering disebut dengan istilah Floates dan mengindikasikan suatu peradangan di retina. Beberapa dokter (khususnya dokter ahli mata) sering merekomendasikan pemeriksaan mata untuk mencari retinitis CMV. Pemeriksaan ini dilakukan oleh dokter spesialis mata, yang akan melakukan dialtasi pupil mata dan mengecek retina. Bila jumlah cell CD4 di bawah 200 dan mengalami problem penglihatan, maka harus melaporkan kepada dokter secepatnya.
Cara penanganannya biasanya mendapat infus tiap hari, bisa dengan Ganciclovir atau Foscarnit. Obat ini dapat mengendalikan CMV, tapi tidak dapat menyembuhkan secara total. Karena masuknya obat tersebut melalui infus tiap hari maka penderita biasanya mendapatkan tempat masuk pengobatan yang diletakkan pada dinding dada atau lengan. Tempat masuk infus ini sering disebut hichman atau grochung catheters yang ahrus dijaga bersih untuk mencegah infeksi.
Seorang yang terkena CMV ini biasanya diberi beberapa jenis obat yang berbentuk tablet dari ganciclovir untuk prevensi/profilaksi CMV, tetapi banyak dokter tidak menggunakannya. Tidak digunakannya obat seperti ini karena beranggapan tidak ingin menambah 12 kapsul per hari untuk pasiennya. Di samping itu, pengobatan melalui jenis ini belum menjami ada manfaat bagi pasiennya. Ada beberapa dokter jstru lebih memilih monitoring pada bagian mata, di mana biasanya CMV muncul/terlihat pertama kali.
Yang perlu diperhatikan dalam memilih terapi CMV adalah:
a.Seberapa efektif pengobatan tersebut?
b.Bagaimana pengobatan itu dilakukan (lewat mulut, intravena disuntikkan atau diimplantasikan pada mata).
c.Apakah terapi tersebut lokal (mengenai hanya bagian mata saja) atau sistemik (mengenai seluruh bagian tubuh). Retinitis CMV dapat berkembang cepat dan menyebabkan kebutaan, untuk alasan ini maka perlu terapi segera secara agresif saat pertama kali terlihat. Injeksi yang lebih baru atau implan langsung pada mata, memperlihatkan hasil yang terbaik untuk retinitis, tetapi CMV daapt muncul pada tempat lain. Untuk mengendalikan CMV di bagian lain tubuh, kita membutuhkan terapi sistemik (seluruh tubuh).
d. Apa ada efek sampingnya atau tidak? yang harus diperhatikan adalah semua obat CMV intravena dapat merusak sumsum tulang atau ginjal, yang memerlukan banyak penobatan tambahan. Foscarnit memerlukan pengobatan jangka lama, pelan - pelan dan infus tiap hari. Untuk jenis Ganciclovir juga memerlukan infus tiap hari.
Penderita CMV harus mendapat obat secara tepat. Tes terbaru dengan pembebanan virus CMV mungkin akan memperjelas hal ini. T-cell di bawah 200, minta dokter untuk melakukan prevensi dan pemeriksaan mata secara teratur. Bila mengalami problem penglihatan apapun, lebih baik secepatnya menghubungi dokter, demi menjaga hal - hal yang tidak diinginkan.
Kemudian, yang perlu digarisbawahi adalah hingga saat ini belum ada pengobatan medis yang dapat mencegah serta mengobati secara cepat dan tepat penyakit jenis ini. Ada pengobatan secara infus tiap hari dengan catheter yang ditanamkan, tapi hasilnya tidak efektif. Bahkan hingga saat ini pun belum ditemukan jenis pil yang dianggap bisa menyembuhkan penyakit CMV dengan hasil yang memuaskan.
Meskipun dunia medis belum bisa menyembuhkan penyakit jenis ini, namun melalui pengobatan alternatif spesialis TORCH dengan meminum formula obat ramuan herbal Aquatreat Therapy, Insya Allah jenis penyakit ini sudah bisa diobati. Pengobatan ini meiliki tingkat kesembuhan mendekati 100%. Hali ni sangat berbeda dengan jenis pengobatan lainnya, khususnya yang dilakukan oleh medis selama ini.


from : http://spesialis-torch.com/content/view/16/27/